Kasus pembunuhan tragis di Aceh Timur yang menimpa seorang kurir paket bernama Bustamam (26) menjadi tamparan keras bagi kita semua. Bagaimana mungkin seorang rekan kerja yang dikenal sehari-hari justru tega menghabisi nyawa sahabatnya sendiri hanya karena terlilit judi online (judol)?
Tragedi ini menegaskan bahwa judol bukan sekadar permainan, melainkan candu yang sanggup merusak akal sehat, menyingkirkan rasa kemanusiaan, bahkan menjerumuskan pada kejahatan paling keji.
RA, pelaku pembunuhan, mengaku nekat menusuk korban karena uang setoran COD miliknya habis untuk bermain judi. Uang tiga juta rupiah, yang bagi sebagian orang mungkin terlihat kecil, ternyata lebih berharga baginya dibanding nyawa manusia.
Inilah wajah nyata dari judol, menghancurkan mental, merusak hubungan sosial, menjerat ekonomi, hingga merampas nyawa. Kita terlalu sering mendengar kasus orang nekat mencuri, menjual barang berharga, bahkan menggadaikan masa depan anak hanya untuk mempertahankan kecanduan judi online. Kini, korban tak lagi sekadar harta benda, tapi nyawa manusia ikut jadi taruhannya.
Negara dan aparat memang sudah bergerak, menangkap pelaku, memutus jaringan, dan menutup akses situs judi online. Namun, apakah itu cukup? Selama masih ada ruang toleransi di masyarakat yang menganggap judol hanya sekadar hiburan maka korban-korban baru akan terus bermunculan.
Kita perlu melihat kasus Aceh Timur ini sebagai alarm darurat. Bahwa perang melawan judol bukan hanya tugas polisi atau pemerintah, tapi juga tanggung jawab keluarga, tokoh masyarakat, hingga setiap individu. Edukasi tentang bahaya judol harus ditanamkan sedini mungkin, pengawasan harus lebih ketat, dan penegakan hukum tidak boleh setengah hati.
Bustamam tidak meninggal karena musuhnya, tetapi karena sahabatnya yang kalah dalam pertempuran melawan candu. Dan selama kita abai terhadap bahaya judol, tragedi serupa bisa saja terulang, entah di mana, entah dengan siapa.
Penulis : Bulkhaini MH (Putra Seunuddon Dan Pendiri Media Online Pelitanasional)