PELITANASIONAL | TAPAKTUAN– Polemik pengelolaan aset pemerintah kembali menyeruak di Aceh Selatan. Gerakan Muda Peduli Aceh (GeMPA) mendesak agar langkah penertiban aset yang sempat digagas Bupati dan Wakil Bupati Aceh Selatan pada program 100 hari kerja tidak berhenti sebagai jargon politik semata.
Koordinator GeMPA, Ariyanda Ramadhan, menegaskan bahwa penertiban aset harus menjadi agenda berkelanjutan dan menyeluruh.
“Bukan hanya kendaraan dinas, tetapi juga aset tak bergerak seperti tanah dan bangunan. Jika ditata dengan baik, aset ini bisa menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mendukung kinerja pemerintah,” ujarnya di Labuhanhaji, Sabtu (20/9/2025).
Berdasarkan data Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Aceh Selatan tahun 2024, masih terdapat puluhan kendaraan dinas yang tidak berada di tangan pejabat berwenang, serta sejumlah bidang tanah dan gedung yang belum jelas status pemanfaatannya.
Situasi ini mencerminkan masalah klasik di banyak daerah. Laporan BPK RI 2023 bahkan mencatat hampir 60 persen pemerintah daerah di Indonesia menghadapi persoalan serupa.
Kajian Kementerian Dalam Negeri menilai lemahnya penertiban aset kerap berujung pada hilangnya potensi penerimaan daerah. Dalam konteks Aceh, di mana Dana Otonomi Khusus (Otsus) akan berakhir pada 2027, optimalisasi aset menjadi kunci menutup potensi defisit fiskal.
“Dasar hukumnya jelas. UU Nomor 23 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 secara tegas mewajibkan kepala daerah menertibkan dan memanfaatkan barang milik daerah secara efektif, transparan, dan bertanggung jawab,” tambah Ariyanda.
Namun, ia mengakui implementasi aturan di lapangan sering terhambat kepentingan politik, lemahnya koordinasi antarinstansi, hingga minimnya keberanian aparat menindak penyalahgunaan aset. Karena itu, GeMPA menilai Bupati Aceh Selatan perlu menggandeng unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) – mulai dari Polres, Kejaksaan, hingga Kodim 0107.
“Kerja sama lintas lembaga bisa memperkuat penertiban aset. Beberapa daerah sudah berhasil menarik kembali aset yang dikuasai pihak ketiga dengan pendampingan hukum dari kejaksaan. Bahkan sebagian aset dilelang untuk menambah PAD,” jelasnya.
Lebih jauh, Ariyanda menekankan perlunya keberanian politik dari pimpinan daerah. Persoalan kendaraan dinas yang masih digunakan pensiunan pejabat, tumpang tindih klaim tanah, hingga gedung pemerintah yang mangkrak harus diselesaikan dengan tegas.
Menurut GeMPA, penertiban aset bukan sekadar urusan administrasi, tetapi menyangkut integritas pemerintahan, keberlanjutan fiskal, dan keadilan sosial. “Jika aset dikelola dengan baik, manfaatnya kembali untuk publik, bukan untuk segelintir orang,” tegasnya.
Ia menutup dengan pesan bahwa langkah awal Pemkab Aceh Selatan sudah cukup baik, namun perlu keberlanjutan.
“Dengan keterlibatan Forkopimda, penertiban aset bisa berjalan lebih maksimal. Insya Allah, Aceh Selatan akan terus berbenah menuju tata kelola pemerintahan yang lebih maju dan produktif,” pungkas Ariyanda.