PELITANASIONAL | BANDA ACEH – Lambannya realisasi anggaran Pemerintah Aceh kembali menuai sorotan tajam. Komunikator Publik dan Sosial, Ahyadin Anshar, menilai rendahnya serapan APBA 2025, batalnya pembangunan 500 unit rumah duafa, hingga pembatalan tender lanjutan pembangunan RSUD Yulidin Away (YA) Tapaktuan sebagai bukti nyata gagalnya perencanaan dan pengelolaan fiskal daerah.
Karena itu, ia mendesak Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), segera mencopot Ketua Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) serta Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setda Aceh.
“Serapan APBA 2025 per Agustus hanya 43,55 persen dari Rp11,006 triliun, jauh di bawah target 54,04 persen. Belanja modal yang seharusnya menyentuh pembangunan fisik rakyat, termasuk rumah duafa dan rumah sakit, baru terserap 25,33 persen. Ini bukan sekadar keterlambatan teknis, tapi kegagalan besar,” tegas Ahyadin, Minggu (21/9/2025).
Menurutnya, akibat kelalaian TAPA dan PBJ, ribuan masyarakat miskin kehilangan hak atas rumah layak. Program pembangunan 500 rumah duafa yang anggarannya sudah tersedia justru gagal direalisasikan.
“Rakyat kecil dikhianati, mereka tetap tinggal di rumah tak layak huni padahal anggaran ada. Ini bukan salah hitung, tapi bentuk kezaliman birokrasi,” kritiknya.
Ia juga menyinggung kegagalan tender pembangunan lanjutan RSUD-YA Tapaktuan. Rumah sakit yang diharapkan menjadi rujukan utama kawasan pantai barat selatan Aceh itu kembali terhambat akibat lemahnya proses pengadaan.
“Unit Layanan Pengadaan (ULP) gagal menjalankan fungsi dasarnya. RSUD-YA sangat mendesak, tapi mangkrak karena buruknya manajemen tender,” ujarnya.
Ahyadin menilai kondisi ini bukan kasus baru, melainkan pola berulang. Setiap tahun, miliaran hingga triliunan rupiah justru mengendap menjadi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA).
“Tahun 2024 lebih dari Rp1,5 triliun tidak terpakai. Pada APBA 2025, indikasi SILPA lebih besar lagi. Bayangkan berapa ribu rumah duafa dan fasilitas publik yang bisa dibangun dengan dana sebesar itu,” jelasnya.
Ia menegaskan, Ketua TAPA dan Kepala Biro PBJ sudah tidak layak dipertahankan di posisinya. “Keduanya adalah biang gagalnya pembangunan Aceh. Jika Mualem tidak segera mencopot mereka, publik akan menilai pemerintah lebih berpihak pada pejabat gagal ketimbang rakyat,” katanya.
Ahyadin menutup pernyataannya dengan peringatan keras. “Aceh membutuhkan keberanian politik, bukan alasan teknokratis. Rakyat miskin butuh rumah, masyarakat butuh rumah sakit. Jika ini terus dibiarkan, sejarah akan mencatat kepemimpinan hari ini turut mengkhianati rakyat,” pungkasnya.