PELITANASIONAL | TAPAKTUAN – Gerakan Pemuda Negeri Pala (GerPALA) menyoroti carut-marut pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan.
Koordinator GerPALA, Fadhli Irman, meminta Bupati H. Mirwan MS segera melakukan evaluasi menyeluruh dan mengganti jajaran Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) yang dinilai gagal menjaga kesehatan fiskal.
Menurut Irman, manajemen keuangan daerah yang buruk tidak hanya memicu defisit anggaran, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
“Jika kondisi ini dibiarkan, maka Aceh Selatan hanya akan semakin tersandera oleh laporan semu dan ilusi kinerja, sementara rakyat menanggung akibatnya,” ujarnya, Senin (22/9/2025).
Berdasarkan catatan GerPALA, utang belanja Pemkab tahun 2023 mencapai Rp122,52 miliar dan dibebankan ke APBK 2024. Dari jumlah tersebut, Rp50,03 miliar merupakan utang BLUD RSUD Yulidin Away, sementara Rp72,48 miliar lainnya berasal dari kewajiban Pemkab, terdiri atas Rp56,54 miliar berupa SPM belum terbayar dan Rp15,93 miliar SP2D outstanding.
Lebih jauh, Irman menuding penggunaan dana earmarked pada 2023 yang seharusnya memiliki alokasi khusus justru dialihkan untuk belanja lain. Nilainya mencapai Rp73,96 miliar, termasuk dana alokasi khusus (DAK), dana otonomi khusus, insentif fiskal, hingga zakat, infak, dan sedekah (ZIS) masyarakat.
“Apakah ini bukan bentuk kegagalan serius? Sudah jelas ada penyalahgunaan peruntukan, namun sampai sekarang tidak ada evaluasi tegas dari bupati,” tegasnya.
Kondisi keuangan daerah makin terungkap lewat laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Audit atas laporan keuangan 2024 mencatat defisit riil Aceh Selatan melonjak menjadi Rp267,36 miliar, naik signifikan dari Rp124,5 miliar pada 2023. Beban utang belanja pun meningkat hingga Rp184,2 miliar, sementara Sisa Kas Daerah (SILPA) hanya tersisa Rp4,4 miliar.
Ironisnya, pada tahun yang sama, dana earmarked senilai Rp132,3 miliar kembali digunakan untuk belanja yang tidak sesuai peruntukan. “Ini bukan sekadar masalah administrasi, tapi menyangkut integritas tata kelola pemerintahan,” kata Irman.
Data Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) hingga September 2025 memperlihatkan serapan belanja modal sangat rendah. Dari total Rp158,17 miliar, realisasi baru Rp5,2 miliar atau 3,29 persen.
“Ini bukti nyata stagnasi pembangunan infrastruktur dan layanan publik,” tambahnya.
GerPALA menegaskan, toleransi terhadap kinerja pejabat yang gagal hanya akan memperparah krisis fiskal. Irman mengingatkan, bupati dipilih rakyat untuk membawa perubahan, bukan sekadar mempertahankan status quo.
“Harapan masyarakat adalah alasan Mirwan MS bisa duduk di kursi bupati. Jika masih terbuai dengan laporan manis dan pejabat yang hanya menjaga posisi, maka janji perubahan Aceh Selatan akan tinggal mimpi,” pungkasnya.