PELITANASIONAL | ACEH SELATAN – Barisan Muda Aceh Selatan (BARMAS) menilai roda birokrasi di Kabupaten Aceh Selatan tengah mengalami stagnasi serius. Hingga kini, sedikitnya 12 hingga 13 jabatan strategis masih diisi oleh pelaksana tugas (Plt), termasuk posisi krusial Sekretaris Daerah (Sekda) yang dijabat Masrizal, Kepala Bappeda Aceh Selatan.
Sejumlah posisi penting lain yang juga masih berstatus Plt di antaranya 10 kepala dinas dan dua asisten, seperti Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kesehatan, Dinas Perumahan dan Permukiman, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Dayah, Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Pangan, serta Dinas Pertanahan.
Koordinator BARMAS, Muhammad Arhas, menegaskan situasi ini melemahkan legitimasi birokrasi dan berdampak langsung terhadap kinerja pemerintahan. Hal itu tercermin dari rendahnya serapan anggaran daerah tahun 2025, di mana belanja modal baru terealisasi sekitar 3 persen hingga pertengahan tahun.
“Plt itu sifatnya darurat, bukan permanen. Jika dibiarkan berlarut-larut, keputusan strategis akan terhambat dan pelayanan publik yang dirugikan. Bupati jangan ragu, ini menyangkut kepatuhan regulasi sekaligus masa depan Aceh Selatan,” kata Arhas, Selasa (23/9/2025).
Ia menegaskan, regulasi telah mengatur secara jelas mengenai pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT) melalui mekanisme seleksi terbuka berbasis kompetensi, sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan PP Nomor 11 Tahun 2017 jo. PP Nomor 17 Tahun 2020. Selain itu, pejabat yang sudah menjabat lebih dari dua tahun wajib mengikuti uji kompetensi.
Karena itu, menurut Arhas, langkah mendesak yang harus dilakukan Bupati Aceh Selatan, Mirwan, adalah membuka seleksi JPT untuk posisi Sekda serta menggelar uji kompetensi bagi pejabat eselon II yang sudah terlalu lama menduduki jabatan.
“Bupati juga harus segera mengisi jabatan eselon III yang masih Plt, kemudian membuka seleksi terbuka untuk seluruh posisi eselon II yang kosong. Kalau ini terus ditunda, birokrasi akan jalan di tempat dan rakyat yang akan menanggung akibatnya,” lanjutnya.
BARMAS juga menekankan pentingnya melibatkan unsur independen dalam proses seleksi. Regulasi memberi ruang bagi panitia seleksi yang terdiri dari unsur internal dan eksternal.
“Kami mendesak agar Bupati melibatkan akademisi dari kampus ternama di Aceh, profesional independen, serta unsur masyarakat sipil. Proses ini harus objektif, transparan, dan berbasis merit, bukan karena kedekatan atau kepentingan politik,” tegas Arhas.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa meritokrasi adalah fondasi birokrasi modern. Negara-negara yang sukses mendorong pertumbuhan pembangunan menempatkan kompetensi, integritas, dan profesionalisme sebagai dasar promosi jabatan publik.
“Jika Bupati Mirwan berani menata birokrasi sesuai prinsip meritokrasi, ia akan dikenang sebagai pemimpin yang menyiapkan fondasi pemerintahan profesional. Namun jika ragu dan terus menunda, jangan salahkan rakyat bila janji perubahan hanya dianggap sekadar retorika,” pungkasnya.