PELITANASIONAL | TAPAKTUAN – Pembina Dewan Pengurus Cabang Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (DPC APRI) Aceh Selatan, Hanzirwansyah ST, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) dalam menertibkan tambang ilegal yang marak di Aceh.
Menurutnya, kebijakan tersebut bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga momentum penting untuk menata kembali sektor pertambangan yang selama ini dikuasai praktik gelap.
“Penertiban tambang ilegal yang digagas Gubernur Aceh adalah langkah berani dan strategis. Tetapi jangan berhenti di situ. Legalisasi melalui penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) harus segera dipercepat setelah qanun pertambangan rakyat disahkan,” tegas Hanzirwansyah yang akrab disapa Bang Iwan, Jumat (26/9/2025).
Ia mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Bupati Aceh Selatan terkait usulan pembentukan WPR. “Insya Allah akan ditindaklanjuti, karena fasilitasi perizinan pertambangan rakyat sangat sesuai dengan visi dan misi Pemkab Aceh Selatan periode 2025-2030,” ujarnya.
Bang Iwan menambahkan, percepatan WPR menjadi mendesak mengingat kerugian negara akibat tambang ilegal sangat besar. Data DPR Aceh menyebutkan, alat berat yang beroperasi di lokasi tambang ilegal menyetor sekitar Rp360 miliar per tahun kepada oknum aparat sebagai “uang keamanan”.
Sementara itu, GeRAK Aceh mencatat kerugian akibat tambang emas ilegal pernah mencapai lebih dari Rp500 miliar per tahun, belum termasuk potensi kehilangan pajak daerah. Kajian lain memperkirakan produksi emas ilegal di Aceh bisa menembus 1,1 ton per tahun, seluruhnya lolos dari mekanisme resmi.
“Ini kerugian nyata. PAD hilang, negara dirugikan, rakyat tidak mendapatkan apa-apa, sementara lingkungan kita rusak parah,” ujar Bang Iwan.
Menurutnya, percepatan penetapan WPR adalah solusi permanen agar penambang rakyat bisa bekerja secara legal, ramah lingkungan, sekaligus memberikan kontribusi nyata bagi pendapatan daerah.
“Sudah saatnya rakyat menjadi tuan di tanah sendiri, bukan sekadar penonton. Dengan WPR, ada kepastian hukum, ada PAD yang masuk, dan ada pengawasan lingkungan. Ini win-win solution bagi semua pihak,” katanya yang juga merupakan Pembina Forum Jurnalis Independen Aceh Selatan (Forjias).
Ia menekankan, langkah Gubernur Mualem dalam menertibkan tambang ilegal hanya akan efektif jika dibarengi dengan percepatan pengesahan qanun serta penetapan WPR. Tanpa itu, operasi penertiban hanya akan melahirkan siklus kejar-kejaran tanpa solusi.
“Ujian sesungguhnya bagi pemerintah Aceh adalah seberapa cepat regulasi ini diselesaikan. Jika konsisten, tambang ilegal bisa dihentikan dan tambang rakyat menjadi lokomotif kesejahteraan masyarakat Aceh,” pungkas Bang Iwan.