PELITANASIONAL | BANDA ACEH – Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) mendesak Pemerintah Aceh untuk tidak hanya berhenti pada ultimatum terhadap aktivitas tambang ilegal, tetapi segera menyiapkan regulasi yang mengatur pertambangan rakyat.
Direktur Forbina, Muhammad Nur, S.H., menegaskan perlunya Qanun Pertambangan Wilayah Rakyat (WPR) sebagai solusi legalisasi tambang sekaligus upaya memberikan kepastian ekonomi bagi masyarakat.
“Selama ini Aceh belum memiliki Qanun maupun Pergub terkait mekanisme izin tambang rakyat. Padahal, regulasi ini sangat mendesak setelah adanya ultimatum Gubernur Aceh terhadap aktivitas tambang ilegal,” ujarnya, Senin (29/9/2025).
Muhammad Nur menawarkan agar PT Pembangunan Aceh (PEMA), selaku BUMD, dilibatkan sebagai fasilitator sekaligus mitra kerja masyarakat. Menurutnya, bekas-bekas tambang ilegal bisa dialihkan dalam skema kerja sama antara PT PEMA dan penambang, misalnya melalui pola kepemilikan saham bersama atau sistem bagi hasil.
“PT PEMA harus menyiapkan anggaran untuk proses legalisasi wilayah tambang rakyat. Emas yang dihasilkan dapat dibeli langsung oleh PEMA sebagai penampung resmi, lalu dijual dengan pencatatan yang jelas sehingga benar-benar memberi pemasukan untuk kas daerah,” tegasnya.
Forbina juga mendorong penerapan kewajiban reklamasi pascatambang secara kolektif. Setelah eksplorasi selesai, lahan harus direhabilitasi agar kembali menjadi kawasan hijau. Dengan pola ini, tambang rakyat tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
Lebih jauh, Muhammad Nur menilai tambang rakyat tidak memerlukan teknologi tinggi. Aktivitas penambangan selama ini hanya menggunakan alat sederhana seperti mesin pencuci atau dulang emas. Karena itu, peran PT PEMA cukup pada fasilitasi modal, teknologi dasar, serta dukungan manajemen usaha.
“Kalau skema tambang besar dipaksakan ke tambang rakyat, mereka pasti kesulitan mengurus izin. Harus ada mekanisme sederhana, cepat, dan sesuai dengan skala tambang rakyat,” katanya.
Forbina menilai momentum pembahasan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh yang sedang digodok DPR Aceh perlu dimanfaatkan. Regulasi tambang rakyat, kata Muhammad Nur, bisa dimasukkan dalam RTRW sebelum disahkan sehingga menjadi bagian integral dari tata kelola ruang dan sumber daya alam.
“Jika tidak ada langkah konkret, maka ultimatum tanpa solusi hanya akan melemahkan wibawa gubernur. Aceh membutuhkan regulasi pertambangan rakyat agar sumber daya alam dapat dikelola secara bermartabat,” pungkasnya.
Forbina optimistis, jika regulasi disiapkan dengan matang dan PT PEMA berperan aktif sebagai penampung sekaligus mitra bisnis, maka tambang emas rakyat bisa menjadi sumber pendapatan baru di luar dana Otsus sekaligus memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat