PELITANASIONAL | TAPAKTUAN – Keputusan Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Aceh membatalkan tender pembangunan lanjutan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yuliddin Away Tapaktuan senilai Rp15,9 miliar menuai kecaman.
Gerakan Pemuda Negeri Pala (GerPALA) menilai langkah tersebut tidak memiliki dasar kuat dan mencerminkan lemahnya tata kelola pengadaan barang dan jasa di Aceh, yang berimbas pada lambatnya realisasi pembangunan.
Koordinator GerPALA, Fadhli Irman, menegaskan bahwa pembatalan tender tersebut merugikan masyarakat, khususnya warga Barat Selatan Aceh yang menggantungkan layanan kesehatan pada RSUD Yuliddin Away.
“Alasan yang disampaikan sangat mengada-ada. Keputusan ini merugikan publik dan mempermalukan Gubernur di hadapan rakyat Barat Selatan,” ujarnya, Senin (29/9/2025).
GerPALA mendesak Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), segera mencopot Kepala BPBJ Aceh. Menurut mereka, keputusan pembatalan tender tidak hanya menghambat akses kesehatan, tetapi juga menimbulkan dugaan adanya persekongkolan dalam proses lelang.
“Jangan sampai rakyat empat kabupaten di wilayah selatan dikorbankan hanya karena permainan pejabat. Jika Gubernur diam, publik bisa menilai ada pembiaran atau bahkan restu terhadap pembatalan proyek vital ini,” tegas Fadhli.
Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pembatalan tender hanya sah jika ditemukan penyimpangan prosedur, dokumen bermasalah, atau indikasi persekongkolan. GerPALA menilai BPBJ tidak menjelaskan alasan secara transparan, sehingga justru menyalahi prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.
“Pengadaan barang dan jasa bukan sekadar prosedur administratif, tetapi kontrak sosial negara dengan rakyat. Ketika alasan prosedural dijadikan tameng untuk menghalangi pembangunan fasilitas kesehatan, negara abai menjalankan mandat konstitusi,” ungkap Fadhli.
RSUD Yuliddin Away merupakan rumah sakit rujukan utama bagi masyarakat Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Aceh Singkil, dan Subulussalam. Dengan kapasitas 285 tempat tidur, rumah sakit ini sering kelebihan pasien. Data Dinkes Aceh Selatan mencatat rujukan pasien dari wilayah tersebut mencapai lebih dari 18 ribu kasus per tahun.
Pembangunan lanjutan RSUD Yuliddin Away telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh dan tercantum dalam DIPA 2025. Karena itu, menurut GerPALA, pembatalan tender sama dengan menunda pemenuhan hak kesehatan masyarakat.
GerPALA menduga ada kepentingan oknum dalam pembatalan proyek. Mereka mendorong aparat penegak hukum untuk menyelidiki indikasi persekongkolan yang bisa dikategorikan tindak pidana korupsi.
“Dalam praktik pengadaan, persekongkolan tender termasuk tindak pidana korupsi sebagaimana diatur Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 dan Pasal 2 serta 3 UU Tipikor. Jika benar ada kepentingan gelap, maka ini bukan hanya pelanggaran administrasi, tapi kejahatan serius,” jelas Fadhli.
GerPALA menegaskan kasus ini menjadi ujian kepemimpinan Gubernur Muzakir Manaf. Publik menanti apakah Mualem berani mencopot Plt Karo BPBJ yang dinilai lamban, lalai, atau bahkan terlibat dalam permainan lelang.
“Keberanian mencopot pejabat bermasalah akan mencerminkan kualitas kepemimpinan. Hak atas kesehatan adalah hak dasar warga. Kini bola ada di tangan Mualem, apakah berpihak pada rakyat Barat Selatan atau membiarkan birokrasi bermain di balik alasan prosedural,” pungkasnya.