PELITANASIONAL | TAPAKTUAN – Polemik pembatalan pembangunan 500 rumah duafa serta terhentinya kelanjutan proyek RSUD Dr. H. Yuliddin Away (RSUD-YA) Tapaktuan memicu kegaduhan politik di Aceh.
Gerakan Muda Peduli Aceh (GeMPA) menilai, kegagalan dua proyek strategis itu bukan sekadar persoalan teknis, melainkan sarat intrik politik yang berpotensi menjatuhkan wibawa Gubernur Muzakir Manaf (Mualem).
Koordinator GeMPA, Ariyanda Ramadhan, menyebut ada “operasi garis dalam” yang dimainkan oleh oknum birokrasi untuk mempermalukan Mualem di mata publik.
“Ini bukan semata-mata soal proyek yang gagal, tetapi indikasi adanya pengkhianatan dari dalam tubuh birokrasi sendiri,” kata Ariyanda, Minggu (21/9/2025).
Menurutnya, rumah duafa adalah simbol keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil, sementara RSUD-YA Tapaktuan merupakan janji strategis dalam visi-misi Mualem–Dek Fad. Ketika keduanya terhenti, publik bisa menilai kepemimpinan gubernur gagal menunaikan komitmen utama.
Situasi ini kian sensitif karena wilayah barat-selatan Aceh merasa terpinggirkan dalam distribusi pembangunan. Apalagi, pasangan Mualem–Dek Fad sebelumnya meraih kemenangan telak di empat kabupaten basis dukungan di kawasan tersebut.
“Jika proyek yang dijanjikan justru terhenti di wilayah basis suara utama, maka dampak politiknya bisa sangat serius,” tegas Ariyanda.
GeMPA juga menyoroti dugaan adanya praktik pengaturan tender, tarik-menarik kepentingan, hingga jual-beli jabatan yang memperkuat kesan bahwa proyek vital ini sengaja dipolitisasi.
“Preseden ini bukan sekadar membatalkan pembangunan, tetapi juga merusak legitimasi Mualem di mata rakyat,” ujarnya.
Lebih jauh, Ariyanda mengingatkan bahwa kegagalan dua program besar ini dapat menyulut kembali isu pemekaran dari wilayah barat-selatan. “Sentimen itu sangat berbahaya karena menyangkut keadilan pembangunan dan rasa memiliki terhadap Aceh secara menyeluruh,” tambahnya.
Ia menegaskan, ujian ini akan menentukan posisi Mualem sebagai pemimpin. “Rakyat menunggu langkah tegas: transparansi anggaran, evaluasi birokrasi, dan solusi nyata. Jika tidak, citra panglima rakyat bisa runtuh hanya karena permainan internal yang mengorbankan janji besar pembangunan,” pungkasnya