PELITANASIONAL | TAPAKTUAN – Polemik pernyataan Bupati Aceh Selatan H. Mirwan MS terkait istilah “jurus fatality” memantik respons keras dari Barisan Muda Aceh Selatan (Barmas). Ketua Barmas, Muhammad Arhas, menilai penggunaan diksi tersebut justru memperlihatkan lemahnya literasi seorang kepala daerah dalam memilih bahasa publik.
Menurut Arhas, istilah fatality dalam konteks populer mengacu pada jurus pamungkas yang bersifat tegas dan final. Jika diterapkan pada birokrasi, seharusnya dipahami sebagai langkah serius membersihkan praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), pungutan liar, dan jual beli jabatan dalam mutasi.
“Bupati seharusnya tidak menolak istilah itu, melainkan menafsirkannya dalam kerangka reformasi birokrasi. Jurus fatality mestinya dipakai untuk menyingkirkan praktik KKN dan menggantinya dengan sistem meritokrasi,” tegas Arhas, Senin (22/9/2025).
Ia juga menyoroti kondisi birokrasi Aceh Selatan yang disebutnya tengah lesu dan tidak produktif. Menurutnya, mutasi yang tak kunjung dilakukan hanya memperpanjang kelumpuhan sistem pemerintahan.
“Bagaimana mungkin berbicara Aceh Selatan maju jika mesin birokrasi saja mandek?” ujarnya.
Terkait klaim Bupati yang tengah membangun koneksi ke pusat demi mendapatkan dana tambahan, Arhas menilai hal itu sekadar retorika. Ia menegaskan, masalah utama bukan terletak pada belum turunnya dana pusat, melainkan lemahnya serapan anggaran daerah.
“Yang dikhawatirkan justru dana dipangkas karena realisasi rendah. Ini ibarat menunggu hujan, tapi air di tempayan sudah ditumpahkan,” sindirnya.
Arhas juga membandingkan langkah Aceh Selatan dengan daerah tetangga. Menurutnya, Pemko Subulussalam sudah membuka seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi secara terbuka, sementara Pemkab Abdya telah melaksanakan mutasi.
“Aceh Selatan masih berkutat dengan retorika tanpa arah. Publik bisa menilai siapa yang bekerja nyata, dan siapa yang hanya beretorika,” ujarnya.
Barmas menegaskan masyarakat sudah lelah dengan janji-janji politik. “Yang ditunggu rakyat adalah langkah konkret, bersihkan birokrasi dari KKN, percepat realisasi anggaran, dan bangun tata kelola berbasis meritokrasi. Tanpa itu, jargon ‘Aceh Selatan Maju dan Produktif’ hanya akan menjadi slogan kosong,” tutup Arhas.