PELITANASIONAL | BANDA ACEH – Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Cabang Aceh menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Kepolisian Daerah (Polda) Aceh dalam menertibkan aktivitas tambang ilegal yang marak terjadi di berbagai wilayah.
Ketua PERMAHI Aceh, Rifqi Maulana, S.H., menilai upaya Kapolda Aceh untuk menarik alat berat ilegal dan mengusut pihak-pihak yang terlibat sebagai langkah berani dalam menegakkan hukum.
Hal ini menyusul temuan Panitia Khusus (Pansus) DPR Aceh yang mengungkap adanya lebih dari 1.000 unit ekskavator beroperasi tanpa izin, bahkan diduga disertai setoran rutin kepada oknum aparat penegak hukum.
“Fakta ini menunjukkan adanya kejahatan terstruktur yang merugikan negara. Karena itu, PERMAHI mendukung penuh langkah bersih-bersih tambang ilegal yang sedang dijalankan,” ujar Rifqi.
Ia menegaskan, praktik tambang ilegal selama ini bukan hanya menimbulkan kerugian finansial bagi negara, tetapi juga berdampak serius pada kerusakan lingkungan. Untuk itu, Rifqi mendorong pemerintah dan kepolisian mempercepat pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai solusi jangka panjang.
Menurutnya, kehadiran WPR dapat menjadi jalan tengah yang adil. Masyarakat tetap memperoleh ruang legal untuk mencari nafkah, negara mendapatkan pemasukan melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD), sementara kegiatan pertambangan dapat diawasi secara ketat agar tidak merusak lingkungan.
“WPR harus dirancang dengan prinsip tata kelola yang baik. Jangan sampai justru menjadi legalisasi tambang ilegal atau dimonopoli segelintir pihak,” tambah Rifqi.
Lebih lanjut, PERMAHI Aceh mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten segera menindaklanjuti usulan pembentukan blok WPR dengan koordinat yang jelas, transparan, serta melibatkan akademisi, aktivis lingkungan, dan masyarakat sipil.
“PERMAHI akan terus mengawal isu pertambangan rakyat agar keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat Aceh tetap terjamin,” tegas Rifqi.