PELITANASIONAL | LHOKSUKON – Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Aceh Utara menangkap T alias Walid (35), oknum pimpinan salah satu dayah di Aceh Utara, Selasa malam (9/9/2025). Ia dibawa ke Mapolres untuk menjalani pemeriksaan intensif terkait dugaan pemerkosaan terhadap seorang santriwati berusia 16 tahun.
Kasus ini pertama kali dilaporkan oleh kakak korban ke Polres Aceh Utara pada 6 September 2025. Kapolres Aceh Utara, AKBP Trie Aprianto, melalui Kasat Reskrim AKP Dr. Boestani membenarkan penangkapan tersebut.
“Berdasarkan laporan yang kami terima, pelaku diduga melakukan pemerkosaan terhadap korban di rumahnya yang berada dalam kompleks dayah,” ujar AKP Dr. Boestani.
Perbuatan bejat itu terjadi pada 19 dan 20 Agustus 2025. Dari keterangan korban, ia dipanggil menemui pelaku pada dini hari di rumahnya. Dengan alasan memberi hukuman karena menuduh korban melakukan video call sex (VCS) dengan seorang pria, pelaku justru memaksa korban melakukan tindakan cabul hingga melanjutkan aksinya di kamar tidur.
Setelah melampiaskan nafsu, pelaku mengancam korban agar tidak menceritakan kejadian itu kepada siapa pun. Saat kejadian, tersangka berada seorang diri di rumah sehingga leluasa melakukan aksinya.
Peristiwa ini baru terungkap pada 28 Agustus 2025, ketika korban bersama santri lain diizinkan pulang ke rumah masing-masing. Kepada keluarganya, korban akhirnya berani mengungkapkan kejadian tersebut hingga dilaporkan ke polisi.
Saat ini, pelaku ditahan di Rutan Polres Aceh Utara. Penyidik masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap pelaku, korban, serta sejumlah saksi untuk memperkuat pembuktian hukum.
Kasat Reskrim menegaskan, tindakan tersebut sangat mencoreng martabat seorang pimpinan dayah yang seharusnya menjadi pengayom dan teladan.
“Alih-alih melindungi, ia justru tega merusak kehormatan anak didiknya dengan perbuatan tidak terpuji,” tegas AKP Dr. Boestani.
Atas perbuatannya, T alias Walid dijerat dengan Tindak Pidana Jarimah Pemerkosaan dan Pelecehan Seksual terhadap Anak sesuai Pasal 50 jo Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Ancaman hukuman yang menanti tidak ringan, yakni uqubat cambuk hingga 200 kali, atau penjara paling lama 200 bulan (16 tahun 8 bulan).
“Proses hukum akan dijalankan secara tegas, adil, transparan, dan akuntabel. Bila ada korban lain, silakan melapor secara bijak ke Polres Aceh Utara. Kami juga mengimbau keluarga korban untuk tidak mudah percaya informasi menyesatkan dan tetap berkoordinasi dengan pihak kepolisian,” pungkasnya.