Politik dan Tamu Tak Diundang

Dalam hidup, membalas budi itu mulia. Wajar saja seorang kepala daerah memberi ruang bagi tim pemenangnya yang berpeluh, berjaga, dan menahan hujatan saat pesta demokrasi berlangsung. Sesekali mereka dipersilakan duduk lebih dekat ke meja makan, itu lumrah.

Yang tak lumrah justru ketika tim yang kalah datang menuntut jatah. Ibarat pesta pernikahan, mereka masuk tanpa undangan, duduk di kursi paling depan, bahkan minta lauk tambahan. Lucunya, bukan cuma ikut makan, mereka pula yang sibuk memberi instruksi pada penyanyi orgen tunggal tentang lagu apa yang harus diputar.

Di berbagai daerah termasuk Aceh Selatan, kisah ini jadi tontonan . Ada tim yang jelas-jelas tumbang, tapi tiba-tiba mengaku paling berjasa. Dengan wajah sumringah, mereka menempel ke pemenang, merangkai kalimat manis seolah kemenangan tak mungkin terjadi tanpa mereka. Padahal, kalau mau jujur, posisi mereka lebih mirip penonton yang gagal beli tiket bioskop tapi masih ngotot menuntut kursi VIP.

Lebih jauh lagi, ada yang hobi meniupkan isu, menggemboskan opini, bahkan mengancam dari luar pagar. Seolah-olah politik adalah panggung teater di mana siapa pun boleh main, meski perannya tidak pernah ditulis dalam naskah. Yang kalah pun ingin tampil sebagai sutradara ynag lengkap dengan klaim, intrik, dan provokasi.

Ironinya, pemenang sering tergoda meladeni. Alih-alih fokus pada rakyat, energi malah habis untuk menenangkan rival yang gagal move on. Padahal rakyatlah yang seharusnya jadi tamu utama. Tapi apa daya, dalam politik kita, yang kalah justru sering lebih cerewet daripada mertua pengantin.

Akhirnya, pesta demokrasi kerap jadi panggung absurditas dimana pemenang sibuk melayani tamu tak diundang, yang kalah sok jadi pahlawan, dan rakyat tetap jadi penonton setia yang menunggu kapan giliran mereka diajak naik ke panggung.

Mungkin, untuk bisa lebih didengar, rakyat harus belajar ikut kalah. Karena di negeri ini, yang kalah justru sering dapat kursi empuk, sementara yang menang sibuk mencari alasan agar janji-janji tak dianggap sekadar basa-basi.

Penulis : Henneri SH (Pemerhati Politik Aceh Selatan, Alumni Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala).

/ JANGAN LEWATKAN

PELITANASIONAL | ACEH UTARA – Gampong Beringen, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, menjadi saksi kemeriahan Aceh Perkusi 2025, sebuah perhelatan budaya yang menghadirkan kembali denyut sejarah …

PELITANASIONAL  | LHOKSUKON– Dari hamparan lahan yang dulu hanya ditumbuhi semak belukar di tepi Kreung Kerutou, kini berdiri kokoh batang-batang jagung yang menjulang. Hasil kerja …

PELITANASIONAL | BANDUNG – Direktorat Reserse Siber Polda Jawa Barat kembali menegaskan komitmennya memberantas praktik perjudian online. Kali ini, polisi berhasil mengungkap sindikat yang beroperasi …

PELITANASIONAL | LHOKSUKON – Sebanyak 192 guru SMA dan SMK di Aceh Utara mengikuti pelatihan komunitas belajar (Kombel) yang digelar Cabang Dinas Pendidikan (Cabdisdik) Wilayah …

/ TERPOPULER

/ ISU TERKINI

#1
#2
#3
#4
#5