ACEH BARAT DAYA |PELITA NASIONAL – LSM KOMPAK menyoroti dugaan monopoli dukungan lahan sawit rakyat seluas ±12.500 hektare yang diarahkan hanya kepada satu Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
Kebijakan ini dinilai menutup ruang persaingan, menciptakan ketergantungan petani, dan berpotensi melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Ketua LSM KOMPAK, Saharuddin, menegaskan bahwa kebijakan tersebut menempatkan ribuan petani Abdya dalam posisi subordinat terhadap satu perusahaan.
“Ini tidak sehat secara ekonomi dan rawan bertentangan dengan regulasi tentang persaingan usaha serta tata kelola komoditas perkebunan,” tegasnya, Jumat (14/11/2025).
Abdya merupakan salah satu sentra kelapa sawit produktif di pantai barat Aceh, dengan ribuan keluarga menggantungkan pendapatan pada harga Tandan Buah Segar (TBS).
Menurut berbagai kajian ekonomi perkebunan, termasuk pendekatan industrial cluster Michael Porter, daerah dengan potensi hulu besar membutuhkan hilirisasi kompetitif agar nilai tambah bisa dinikmati masyarakat.
Namun, kebijakan dukungan tunggal justru menghambat terbentuknya pasar yang sehat.
Data dari Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan menunjukkan bahwa multiple mill policy meningkatkan daya tawar petani, menstabilkan harga TBS, dan mempercepat pertumbuhan lapangan kerja.
Saharuddin menekankan, Abdya seharusnya mampu menopang 2–3 PKS.
“Mengunci dukungan hanya pada satu PKS sama artinya membatasi potensi ekonomi daerah sendiri,” ujarnya.
LSM KOMPAK mendesak Pemkab Abdya mengevaluasi seluruh proses penetapan dukungan lahan, membentuk tim independen, serta membuka ruang bagi PKS baru dengan pembagian lahan adil dan mekanisme harga TBS transparan.
“Keberhasilan Abdya sebagai penghasil sawit besar bergantung pada kebijakan yang adil. Jika pemerintah menutup pintu persaingan, maka turut menutup pintu kesejahteraan rakyat,” pungkas Saharuddin.






