PELITANASIONAL.COM | LHOKSUKON – Sidang pembahasan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bupati Aceh Utara Tahun Anggaran 2024 yang digelar di DPRK Aceh Utara memunculkan sejumlah catatan kritis terhadap kinerja Pemerintah Kabupaten.
Gabungan Komisi DPRK menyampaikan berbagai temuan dan rekomendasi yang menyoroti lemahnya tata kelola pemerintahan, pelanggaran prosedural, serta buruknya implementasi program pembangunan di berbagai sektor.
Mengacu pada hasil pembahasan dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, DPRK menyatakan masih banyak persoalan yang belum terselesaikan dan berulang setiap tahun.
Temuan mencakup pengelolaan pendapatan daerah, pembayaran tunjangan ASN, kekurangan volume pekerjaan fisik, penyimpangan dalam belanja barang dan jasa, hingga persoalan pertanggungjawaban BBM dan honorarium yang tidak sesuai ketentuan.
Gabungan Komisi yang di bacakan oleh pelapor Tajuddin menegaskan bahwa kelemahan tersebut mencerminkan rendahnya kapasitas manajerial dan akuntabilitas Pemerintah Aceh Utara, terutama dalam hal mitigasi kesalahan perencanaan dan penganggaran.
Temuan Serius: Siswa Kelas VI Belum Bisa Membaca
Salah satu sorotan tajam muncul dari sektor pendidikan. DPRK menyesalkan kondisi di beberapa Sekolah Dasar di mana ditemukan siswa kelas VI yang belum mampu membaca.
Fakta ini disebut mencoreng wajah dunia pendidikan Aceh Utara dan menjadi alarm serius terhadap mutu tenaga pendidik serta sistem pengawasan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Sorotan terhadap SKPK dan Pejabat Pemerintah
Gabungan Komisi juga menyuarakan ketidakpuasan terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK). Mereka meminta Bupati untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Pejabat Tinggi Pratama dan pejabat struktural, serta memastikan jabatan publik diisi oleh figur yang berintegritas, profesional, dan bertanggung jawab.
Permintaan Reformasi Layanan Publik dan Kesehatan
Dalam sektor layanan publik, DPRK meminta peningkatan kedisiplinan dokter spesialis di RSUD Cut Meutia, serta optimalisasi kinerja puskesmas BLUD agar pelayanan dasar kesehatan berjalan proporsional. Pelayanan yang sering terlambat dan buruknya distribusi sumber daya dasar disebut menghambat kualitas layanan kepada masyarakat.
Syariat Islam dan Ketertiban Umum: Minimnya Penegakan
Penegakan Syariat Islam juga menjadi fokus dengan permintaan kepada Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH) untuk meningkatkan patroli, terutama di kawasan strategis seperti sekitar kantor Bupati. DPRK menilai penegakan syariat masih belum maksimal, termasuk belum optimalnya fungsi kelembagaan akibat belum dipindahkannya kantor Satpol PP & WH ke ibukota kabupaten.
Rekomendasi Strategis DPRK
Beberapa rekomendasi strategis lainnya yang diajukan DPRK antara lain:
Percepatan pembangunan cold storage untuk mendukung sektor kelautan dan perikanan.
Optimalisasi BUMD dan Perseroda dalam peningkatan ekonomi daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Penghapusan aset yang menjadi beban keuangan serta penyelesaian sengketa aset milik Pemkab Aceh Utara.
Evaluasi terhadap perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) yang menelantarkan lahan.
Terobosan terhadap peningkatan PAD melalui inovasi retribusi, tapping box, dan pengelolaan pasar.
Penegasan disiplin ASN serta penertiban kutipan ilegal dalam pencairan dana desa.
Evaluasi Harus Nyata, Bukan Seremonial
Secara normatif, LPJ Bupati adalah instrumen evaluatif yang esensial dalam kerangka good governance. Namun fakta di lapangan memperlihatkan bahwa prinsip transparansi dan akuntabilitas belum sepenuhnya dijalankan secara konsisten. DPRK menekankan bahwa tindak lanjut atas temuan dan rekomendasi tidak boleh sekadar menjadi catatan tahunan tanpa realisasi konkrit.
Pemerintah Aceh Utara dituntut untuk menjadikan LPJ bukan sekadar formalitas, tetapi sebagai cermin evaluasi menyeluruh terhadap kualitas pemerintahan daerah. Jika tidak, maka harapan masyarakat terhadap pelayanan publik, pendidikan, dan ekonomi daerah akan terus berada dalam lingkaran kekecewaan.