LHOKSEUMAWE, (PN) Legislator Partai Aceh yang juga ketua DPRK Lhokseumawe Ismail A Manaf dengan tegas menolak kenaikan biaya haji yang diusulkan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) yang mencapai angka Rp 69 juta.
Nominal yang sangat fantastis tersebut dinilai akan sangat memberatkan para calon haji yang sudah menunggu daftar antrian puluhan tahun lamanya.
“Kita dari Fraksi Partai Aceh menolak usulan kenaikan biaya haji ini, dan ini dapat melukai hati masyarakat,” kata Ismail A Manaf dalam keterangannya kepada wartawan, kemarin.
Menurut legislator muda dari Paloh ini, usulan kenaikan biaya haji tersebut akan berdampak pada jamaaah yang sudah antri bertahun tahun. Sebab, lanjut Legislator Daerah Pemilihan Muara Satu Kota Lhokseumawe itu, masyarakat yang mengumpulkan uang bertahun-tahun demi menunaikan ibadah haji, terpaksa harus mengurungkan niatnya.
“Mayoritas jemaah haji dari Lhokseumawe, Aceh dan Indonesia secara keseluruhan berasal dari kalangan petani, nelayan, buruh, pelaku UMKM atau pekerja informal yang memiliki niat tulus dan menyisihkan uang sejak lama, tapi terpaksa ditunda akibat usulan rencana kenaikan biaya 2023 yang mencapai Rp. 69 juta,” ucap Ismail.
Karena itu, kata Ismail, pemerintah harus mempertimbangkan kembali kebijakan kenaikan biaya haji tersebut. “Kita mengetahui kondisi ekonomi saat ini yang masih belum pulih total, sehingga mayoritas calon jamaah dipastikan tidak akan mampu membayar biaya tambahan yang besar, yaitu sekitar 40 jutaan dalam waktu singkat,” terang Ismail yang dijuluki singa Parlemen.
Ismail mengatakan semenjak usulan kenaikan haji tersebut digulirkan, banyak masyarakat ketika jumpa saya di mesjid langsung bertanya-tanya kepadanya saya, kiban peng haji, pakon cukop brat jie peu ek le pemerintah, pue hanjibie jak le geutanyoe u tanoh suci, seru warga Paloh.
Ismail meminta pemerintah untuk transparan dalam menyampaikan komponen biaya haji agar masyarakat tidak merasa keberatan untuk menunaikan ibadah haji.
“Pemerintah harus punya hati dan perasaan dengan situasi ini. Jangan ada pengurusan haji ini ada unsur bisnisnya. Jangan berbisnis. Kasihan masyarakat,” tandas Ismail.
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan agar pada tahun 1444H/2023 ini, Biaya Penyelenggaraan Haji (BPIH) dan Biaya Perjalanan Haji (Bipih) atau biaya haji dinaikkan.
Kenaikan BPIH yang diminta Menag itu sekitar Rp 514.888 dari tahun sebelumnya yakni Rp 81.747.844,04 menjadi Rp 98.893.909 pada tahun ini.
Sementara untuk kenaikan Bipih atau uang yang harus dibayarkan calon jemaah dari semula Rp 39.886.009 pada tahun 2022 kini diusulkan menjadi Rp 69.193.733.
Menag meminta mengurangi alokasi nilai manfaat yang sebelumnya 59,46 persen, kini hanya 30 persen. Akibatnya, yang tadinya calon jemaah hanya membayar 40,54 persen dari total BPIH pada tahun 2022, menjadi 70 persen dari total BPIH pada tahun ini.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta, Kamis (19/1), bulan lalu. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan alasannya menaikkan ongkos ibadah haji, yakni sebagai bentuk keadilan.
“Usulan ini atas pertimbangan untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Formulasi ini juga telah melalui proses kajian,” tegasnya.
Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengatakan, kenaikan biaya haji ini sulit dihindari karena dipicu oleh kenaikan berbagai komponen kebutuhan, baik di Tanah Air maupun di Arab Saudi.
Mustolih menyatakan, biaya kenaikan haji sebagai konsekuensi yang sulit dihindari terutama jika pembandingnya dengan menggunakan acuan biaya sebelum pandemi pada 2019.
“Biaya angkutan udara karena avturnya juga naik, hotel, pemondokan, transportasi darat, katering, obat-obatan, alkes dan sebagainya, belum lagi pengaruh inflasi, sehingga biaya haji mesti beradaptasi atas situasi tersebut,” tandasnya.(Dau)