Pelitanasional.com, Aceh Utara | – Ribuan warga Aceh Utara larut dalam zikir akbar yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk memperingati dua dekade Hari Damai Aceh, berlangsung di Lapangan Upacara Landing, Kecamatan Lhoksukon, Jumat pagi, 15 Agustus 2025.
Ulama kharismatik Aceh, Abu Paya Pasie, hadir dalam acara tersebut sekaligus menyampaikan tausiyah. Abu Paya Pasie dua hari sebelumnya dikukuhkan sebagai Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf. Kehadirannya di Lhoksukon dimaksudkan untuk membimbing jamaah Aceh Utara dalam prosesi zikir akbar bersama jajaran ASN dan Pemkab Aceh Utara.
Dalam tausiyahnya, Abu Paya Pasie mengajak jamaah untuk mensyukuri nikmat Allah SWT, termasuk nikmat perdamaian yang hadir di bumi Aceh sejak 20 tahun lalu melalui MoU Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM pada 15 Agustus 2005. Ia menekankan bahwa mensyukuri nikmat akan membuatnya terus bertambah dan muncul dalam bentuk yang tak terduga. Abu Paya Pasie juga mengajak seluruh jamaah untuk merenungi masa lalu yang sulit dan menatap masa depan demi menjaga nikmat perdamaian.
Selain Abu Paya Pasie, acara zikir akbar dihadiri oleh Bupati Aceh Utara H. Ismail A. Jalil, SE, MM, Wakil Bupati Tarmizi, S.I.Kom, Ketua MPU Tgk H. Abdul Manan Blang Jruen, Tgk H. Muzakir Abdullah (Waled Lapang), Ketua DPRK Arafat Ali, SE, pejabat Forkopimda Aceh Utara, Sekda Aceh Utara Dr. A. Murtala, M.Si, para Staf Ahli Bupati, Asisten, Kepala OPD, para Camat, seluruh pejabat struktural, pimpinan partai politik, Ketua Ormas dan OKP, ASN, pelajar, serta tokoh-tokoh masyarakat.
Acara dimulai dengan shalat subuh berjamaah di lapangan yang dipimpin oleh Tgk Syech Zubaili. Para jamaah mulai berdatangan sejak pukul 04.00 WIB, tertib memasuki lapangan dan membentangkan sajadah masing-masing. Setelah shalat, kegiatan dilanjutkan dengan zikir bersama yang dipimpin oleh Tgk H. Jamaluddin Ismail (Walidi) dan didampingi Tim Zikir Masjid Agung Baiturrahim Lhoksukon. Suara zikir yang merdu dan syahdu di tengah dinginnya udara pagi menambah kekhusyukan jamaah, terutama saat Walidi melantunkan syair “Ingat Mate”, yang mengingatkan pentingnya merenungi makna hidup dan kematian secara rutin.
Dalam sambutannya, Bupati Aceh Utara H. Ismail A. Jalil, atau akrab disapa Ayahwa, mengenang masa sulit Aceh sebelum perdamaian. Ia menuturkan bahwa jalan-jalan pernah lengang bukan karena hujan atau badai, tetapi karena rasa takut yang mencekam. Anak-anak tidak bebas bermain, para ibu selalu cemas, dan para ayah tak selalu pulang dengan perasaan aman. Kemiskinan merajalela di tengah kekayaan alam, pasar-pasar tutup, sekolah-sekolah terhenti, dan banyak keluarga kehilangan orang-orang tercinta.
Namun, berkat doa, kesabaran, dan perjuangan semua pihak, lahirlah MoU Helsinki 15 Agustus 2005, yang mengakhiri puluhan tahun konflik dan menjadi ‘janji suci’ antara Aceh dan Pemerintah RI untuk membangun masa depan yang damai dan sejahtera.
“Pada momen yang penuh makna ini, izinkan saya menegaskan bahwa MoU Helsinki bukan hanya dokumen formal. Ia adalah ikrar yang ditulis dengan air mata dan pengorbanan rakyat Aceh. Mari kita pastikan seluruh butirnya dijalankan dengan sepenuh hati. Mari kita jaga otonomi khusus Aceh, hormati kewenangan daerah, dan wujudkan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Aceh, termasuk Aceh Utara,” kata Bupati.
Ayahwa juga menyampaikan doa bagi pejuang yang telah berpulang, perhatian bagi anak-anak yatim yang kehilangan orang tua akibat konflik, serta dukungan bagi para korban yang masih membawa luka batin. Ia menekankan bahwa perdamaian adalah anugerah besar yang hanya bisa bertahan jika dijaga bersama.
Acara zikir akbar ini menjadi momentum refleksi sejarah, rasa syukur, dan komitmen seluruh elemen masyarakat Aceh Utara untuk memelihara perdamaian dan membangun Aceh yang lebih sejahtera.