PELITANASIONAL | ACEH UTARA — Wakil Bupati Aceh Utara, Tarmizi Panyang, S.I.Kom, menghadiri rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara masa persidangan III Tahun Sidang 2025, Selasa (23/9/2025). Rapat tersebut berlangsung di ruang sidang utama DPRK Aceh Utara dengan agenda utama penyampaian Nota Keuangan, Rancangan Qanun Perubahan APBK 2025, serta Rancangan KUA dan PPAS 2026.
Hadir dalam rapat itu Ketua DPRK Aceh Utara, para wakil ketua, anggota dewan, Sekretaris Daerah, staf ahli bupati, para asisten Sekdakab, kepala perangkat daerah, pimpinan BUMD, camat, serta awak media cetak dan elektronik.
Dalam kesempatan tersebut, Tarmizi menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya rapat paripurna. Ia menegaskan bahwa penyusunan perubahan APBK 2025 telah melalui tahapan sesuai aturan, mulai dari penyusunan RKPD Perubahan Juni 2025, hingga pembahasan dan persetujuan Perubahan KUA-PPAS pada 4 September 2025.
Perubahan APBK 2025
Wakil Bupati menerangkan, perubahan APBK dilakukan mengacu pada Pasal 161 ayat (2) PP Nomor 12 Tahun 2019, yang memperbolehkan perubahan bila terjadi pergeseran anggaran, penggunaan SILPA, keadaan darurat, maupun perubahan asumsi.
Menurutnya, kondisi pendapatan daerah dalam rancangan perubahan mengalami penyesuaian. Pendapatan daerah turun menjadi Rp2,56 triliun, atau berkurang Rp66,56 miliar (2,53%) dibandingkan target semula Rp2,63 triliun. Penurunan terutama disebabkan efisiensi transfer ke daerah (TKD).
Sementara itu, belanja daerah direncanakan Rp2,65 triliun, menurun Rp28,37 miliar (1,06%) dari semula Rp2,68 triliun. Pada sisi pembiayaan, penerimaan meningkat signifikan karena adanya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun 2024 sebesar Rp91,13 miliar, naik 72,13 persen dari target sebelumnya Rp52,94 miliar. Peningkatan tersebut menjadi tumpuan untuk menutupi defisit anggaran.

“Dengan total penerimaan pembiayaan Rp91,13 miliar dan pengeluaran pembiayaan Rp0, maka terdapat pembiayaan netto sebesar Rp91,13 miliar yang akan menutup defisit APBK 2025,” jelas Tarmizi.
Gambaran KUA-PPAS 2026
Selain membacakan perubahan APBK 2025, Tarmizi juga menyampaikan rancangan KUA dan PPAS Tahun Anggaran 2026. Target pendapatan daerah diproyeksikan Rp2,15 triliun, terdiri dari:
- PAD Rp258,15 miliar
- Pendapatan transfer Rp1,83 triliun
- Lain-lain pendapatan sah Rp59,29 miliar
Sementara total belanja direncanakan Rp2,17 triliun, sehingga terjadi defisit Rp23,32 miliar yang akan ditutup dari penerimaan pembiayaan melalui SILPA tahun sebelumnya.
Namun, Tarmizi mengingatkan, pendapatan 2026 mengalami penurunan cukup tajam. “Pendapatan daerah Aceh Utara tahun 2026 turun Rp482,27 miliar dibandingkan APBK 2025. Hal ini karena pendapatan Dana Alokasi Khusus (DAK) belum dianggarkan,” katanya.
Ia menambahkan, target pendapatan masih bersifat prognosa dan akan disesuaikan setelah keluarnya regulasi terbaru dari Kementerian Dalam Negeri maupun Kementerian Keuangan terkait pedoman penyusunan APBD 2026.
Harapan Sinergi Eksekutif dan Legislatif
Di hadapan pimpinan dan anggota dewan, Wakil Bupati berharap rancangan perubahan APBK 2025 dapat segera disetujui sesuai jadwal. Sementara untuk KUA-PPAS 2026, pembahasan diharapkan rampung paling lambat minggu pertama Oktober 2025.
“Batas waktu kesepakatan APBK 2026 adalah 30 November 2025. Karena itu kita perlu segera menyelesaikan pembahasan agar masyarakat Aceh Utara tidak dirugikan oleh keterlambatan,” tegas Tarmizi.
Ia menutup penyampaian nota keuangan dengan ajakan untuk memperkuat sinergi eksekutif dan legislatif demi kesejahteraan rakyat. “Atas kerjasama yang baik selama ini, mari kita terus berkomitmen membangun Aceh Utara Bangkit,” pungkasnya.
Rapat paripurna DPRK Aceh Utara masa sidang III tahun 2025 menjadi forum penting untuk menyelaraskan kebijakan keuangan daerah. Perubahan APBK 2025 dinilai krusial untuk menyesuaikan kondisi pendapatan yang menurun dan memastikan program prioritas tetap berjalan.
Sementara rancangan KUA-PPAS 2026 akan menjadi pedoman penyusunan APBK tahun depan, yang menentukan arah pembangunan Kabupaten Aceh Utara di tengah tantangan keterbatasan fiskal dan ketidakpastian alokasi transfer pusat.






