Pelitanasional.com – Di tengah sorotan publik terhadap kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sosok Rahmad Pribadi, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), kembali menjadi perbincangan hangat. Meski dikenal sebagai figur profesional dengan latar belakang akademik mentereng, kepemimpinannya di perusahaan pupuk terbesar di Indonesia itu dinilai belum sepenuhnya menghadirkan efisiensi dan transparansi yang dijanjikan.
Dalam sejumlah laporan, kebijakan yang diambil di bawah kepemimpinannya disebut lebih banyak berorientasi pada pencitraan dan proyek strategis jangka pendek ketimbang membenahi akar persoalan distribusi pupuk subsidi yang selama ini menjadi keluhan petani. Di lapangan, kelangkaan pupuk masih terjadi, harga pupuk nonsubsidi meroket, dan rantai pasok terkesan tidak transparan.
Kritik juga mengemuka terhadap gaya manajemen Rahmad yang dinilai terlalu “corporate-minded” dan kurang memahami realitas sosial pertanian di daerah. Padahal, mandat utama BUMN pupuk bukan hanya mengejar profit, tetapi menjamin ketersediaan pupuk bagi ketahanan pangan nasional.
Beberapa kalangan menilai Menteri BUMN Dony Oskaria perlu meninjau ulang arah kebijakan korporasi yang terlampau tersentralisasi di Jakarta dan minim evaluasi terhadap dampak di tingkat petani. “BUMN bukan sekadar alat bisnis, tapi instrumen kesejahteraan rakyat,” ujar seorang pengamat ekonomi publik.
Pupuk Indonesia kini dituntut lebih terbuka dalam mengelola data produksi dan distribusi, agar publik dapat menilai sejauh mana efektivitas program pupuk subsidi yang menelan triliunan rupiah setiap tahun. Jika tidak, BUMN ini hanya akan menjadi simbol kebanggaan di atas kertas, tanpa makna bagi rakyat yang menggantungkan hidup di ladang dan sawah.






