PEKANBARU | PELITA NASIONAL – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan keterlibatan Gubernur Riau Abdul Wahid dalam permintaan fee proyek Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI yang dikelola Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau. Total nilai proyek mencapai Rp 177,4 miliar, dan dari jumlah tersebut, Abdul Wahid diduga meminta 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar.
Permintaan fee itu terungkap saat Sekretaris Dinas PUPR PKPP, Ferry Yunanda, menggelar pertemuan dengan enam Kepala UPT Wilayah I-VI. Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menegaskan bahwa Abdul Wahid tidak hanya meminta fee, tetapi juga mengancam pejabat yang tidak menuruti permintaan tersebut. Ancaman berupa pencopotan jabatan atau mutasi disampaikan sebagai tekanan agar permintaan “jatah preman” itu dipenuhi.
“Bagi pejabat yang menolak perintah, ancamannya berupa mutasi atau pencopotan dari jabatannya,” ujar Tanak dalam konferensi pers Rabu (5/11/2025). Menurut KPK, istilah “jatah preman” digunakan untuk menyamarkan praktik pungutan tersebut.
KPK menegaskan bahwa kasus ini menjadi perhatian serius, karena menunjukkan dugaan praktik korupsi yang melibatkan pejabat tinggi daerah dan menimbulkan tekanan bagi pejabat di lingkungan Dinas PUPR PKPP. Penyelidikan masih terus berlanjut untuk memastikan adanya pertanggungjawaban hukum bagi semua pihak yang terlibat.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena mengindikasikan bahwa proyek infrastruktur senilai miliaran rupiah di Provinsi Riau bisa terancam praktik suap dan tekanan politik, sehingga KPK menegaskan komitmennya untuk menindak tegas setiap pelanggaran hukum yang ditemukan.






