Bireuen, Aceh — Pasca banjir besar yang melanda Kabupaten Bireuen, harga gas LPG 3 kg di sejumlah pangkalan tembus Rp60.000–65.000 per tabung, jauh di atas harga normal sebelum bencana. Lonjakan harga ini membuat warga semakin terbebani, apalagi kebutuhan memasak sehari-hari menjadi mendesak pasca banjir.
Warga setempat mengeluhkan mekanisme baru yang diterapkan pangkalan, di mana mereka harus membawa tabung kosong dan menyetor uang di muka sebelum gas dapat diserahkan. Jika mekanisme ini tidak dipatuhi, warga tidak akan mendapatkan tabung LPG 3 kg sama sekali. Praktik ini dianggap memberatkan, apalagi dalam situasi darurat pasca bencana.
Selain itu, distribusi LPG juga terhambat akibat putusnya jembatan penghubung di jalan Medan–Banda Aceh–Medan, sehingga pengiriman dari daerah lain terlambat. Akibatnya, gas baru bisa sampai ke tangan warga setelah menunggu hingga tiga hari. Banyak warga terpaksa mencari alternatif memasak dengan kayu bakar atau bahan seadanya karena tidak memiliki gas.
“Harus setor dulu baru dapat, tapi gasnya baru datang tiga hari kemudian. Kami jadi kesulitan memasak untuk anak-anak,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai pengawasan distribusi LPG saat darurat bencana dan peran pemerintah daerah dalam memastikan ketersediaan energi rumah tangga bagi warga terdampak. Praktik pangkalan yang mewajibkan pembayaran di muka serta keterlambatan distribusi akibat infrastruktur putus dianggap memberatkan dan tidak manusiawi, terutama bagi masyarakat yang tengah menghadapi situasi kritis.






